SIAPAKAH ORANG YANG BERAKAL ITU?
Tulisan ini terispirasi dari salah satu pembina dan
mentor kami di tempat kami mengabdi di dunia pendidikan. Beliau adalah Bapak
Endi S. Permana,M.Pd.
Pagi itu, ada kegiatan rapat guru-guru di sekolah kami.
Beliau memulai materi presentasinya dengan suatu pertanyaan “ siapakah orang
berakal itu”?
Karena tidak ada yang menjawab beliau pun lanjut
menjelaskan bahwa orang yang berakal atau cerdas adalah orang yang banyak
mengingat kematian. Rupanya beliau mengutip sebuah riwayat hadits yang dikisahkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah
SAW bersabda :
"أفضل المؤمنين احسنهم خلقا واكيسهم اكثرهم للموت ذكرا واحسنهم
له استعدادا واولئك الأكياس".
“Orang mukmin yang paling utama adalah yang paling
baik akhlaknya. Dan orang yang cerdas atau berakal yaitu orang yang paling
banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan bekal (untuk
menghadapi kehidupan setelah kematian). Mereka adalah orang-orang yang berakal .”
Mungkin selama ini sebagian orang mengartikan kata
cerdas hanya pada hal urusan dunia atau materi padahal tidak selalu itu. Yang lebih
penting dari itu adalah cerdas dalam urusan akhirat atau kita kenal dengan
kecerdasan spiritual.
Dengan mengingat kematian seseorang akan lebih
termotivasi untuk melaksanakan ibadah atau perintah agama baik yang wajib
maupun yang sunnah dan meninggalkan hal-hal yang dilarang, dan senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah SWT, dan mengingat kematian membuat hati lebih ikhlas dalam
menjalankan semua aktifitas kehidupan sesuai posisi dan profesi setiap orang. Karena
amal kebaikan apapun yang diniatkan ikhlas karena Allah SWT semata akan
bernilai besar untuk kehidupan akhirat nanti.
Misalnya seorang guru maka akan lebih ikhlas dalam
mendidik dan mengajar, seorang murid akan lebih ikhlas dalam belajar. Sebagai
ayah dan ibu akan lebih ikhlas dalam mendidik, membiayai dan mensejahterakan
keluarganya, sebagai seorang karyawan lebih ikhlas dalam memberikan yang
terbaik bagi perusahaannya dan lain-lain. Dengan mengingat kematian, sebagai apa pun dan siapa pun akan lebih
ikhlas karena orientasi utamanya adalah menebar manfaat dan kebaikan sehingga
bernilai ibadah dan menjadi bekal untuk akhirat.
Pada akhirnya, penulis berpendapat bahwa mengingat
kematian bisa menjadi terapi untuk mengobati, menjaga dan memotivasi jiwa, hati
dan akal agar selalu suci sehingga mendapat ridho Ilahi. Semoga kita termasuk
orang yang berakal. Amin.
Post a Comment